Wednesday, November 3, 2010

Perempuan-perempuan Minke

Pernah dirinya mengakui sebagai mata keranjang. Itu didasarkan pada penilaian kawan-kawan dekatnya. Dan bukan mata keranjang hidung belang, yang sebatas menyukai kecantikan dan kemolekan tubuh perempuan lalu mempermainkan semaunya. Menuykai, mencintai, dan mengagumi kecantikan perempuan dengan keseluruhan. Jika ada kepatutan baginya bersanding dengan sang perempuan, maka diperistrilah dengan segenap tanggung jawab lelaki sejati. Jika tiada kepatutan, maka mengagumi sajalah, sekaligus menjadikannya inspirasi keagungan hidup.

Sang Bunda. Perempuan yang melahirkan dan mendidiknya dalam lingkungan kerajaan kecil bernama kabupaten. Perempuan jawa tulen, tak ada padanya pendidikan tinggi bagi perempuan di jamannya. Namun kecerdasanlah yang membuatnya mampu mengimbangi pola pikir suaminya yang bupati. Setiap anak pasti mengagumi ibundanya, begitupun dengan Minke. Dia yang selalu menantang kerasnya pikir dan teguhnya hati Minke.
Bagi Minke yang tidak takut maupun segan pada ayahnya itu, tajam tatap mata Bunda yang menundukkan dirinya. Sebagai seorang istri bupati, Bunda harus mampu menyesuaikan hati dan perilaku terhadap pergaulan para pegawai Gubermen Hindia. Bersiap hati jika sewaktu-waktu mendapati suaminya menyundal, atau bahkan menggundik dengan beberapa anak. Persoalan itu bukanlah bagian dari kerumitan hidupnya. Dia harus tetap tegakkan kepala, tegarkan diri di hadapan anak-anaknya. Memastikan bahwa dirinya baik-baik saja, pun dengan keluarga yang sedang dipermainkan suaminya. Bunda adalah tiang kokoh tumah tangga, jika Bunda goyah maka hancurlah. Dan Minke selalu bersembah sujud sepenuh jiwa dan raga kepada ibundanya, tapi tidak pada ayahnya.

Annelies. Perempuan dengan kecantikan Eropa. Sejak pertama bertemu Minke telah sangat mengagumi kecantikan yang anggun itu, dengan kemanjaannya pula. Seorang gadis yang dibesarkan oleh ibunya yang gundik tuan Belanda dan ayahnya yang hanya suka pelesiran. Dia tinggal di sebuah rumah dalam lingkungan perusahaan perkebunan bernama Boerderij Buitenzorg. Perusahaan yang  didirikan dari hasil uang simpanan sang gundik saat membantu suaminya mempimpin pabrik gula Tulangan. Annelies sangat mahir memerah susu sapi, berkuda mengawasi kebun, dan menyusun laporan keuangan kepada mamanya. Kecantikan itu akan selalu teguh dalam eloknya jika bukan karena perbuatan si abang yang memperkosanya. Kejadian itu meninggalkan trauma dan membuatnya hilang keceriaan. Pertemuan dengan Minke memberkan harapan perlindungan seorang lelaki sejati. Maka keduanya menikah meski tidak diakui di hadapan hukum Hindia karena perempuan peranakan Eropa dan lelaki Pribumi. Hanya mamanya yang mengakui pernikahan itu sah karena dasarnya adalah cinta tulus keduanya.

Nyai Ontosoroh. Lahir hingga perawan bernama Sanikem. Oleh ayahnya dia dihadiahkan kepada direktur pabrik gula untuk digundik. Dengan demikian maka ayahnya akan segera naik pangkat dari juru tulis menjadi kasir pabrik gula. Sejak itulah dia bersumpah takkan memaafkan ayahnya dan tidak akan menemui lelaki itu sebagai ayahnya. Maka dia menjelang hari-harinya sebagai seorang gundik yang sangat disayangi tuannya. Dia adalah mama Annelies, mertua Minke, yang menjadikannya menantu. Sejak suaminya, Herman Mellema, tidak lagi menjabat sebagai direktur pabrik gula, sepenuhnya sumber keuangan berasal dari jerih payah Nyai Ontosoroh. Semenjak digundik, dengan tekadnya Sanikem mempelajari seluruh pengelolaan keuangan perusahaan hingga tingkat mahirnya. Musibah sebagai perempuan gundik dijadikannya anugerah hidup. Dia tak mau hanya menjdai gundik yang layak direndahnkan hingga akhir hidupnya. Dan dengan keteguhan hati serta kerja kerasnya Sanikem mampu membuktikan tekad itu. Dia dewasa sebagai perempuan yang disegani, dengan kekayaannyaorang tak bisa meremehkannya. Lebih dari itu, kecerdasan membuatnya tidak takud menghadapi gaya hidup dan hukum Eropa.

Ang San Mei. Perempuan Tionghoa yang datang dari Cina, mengikuti tunangannya memasuki Hindia dengan cara gelap. Dia tegabung dalam Organisasi Pai Lian Chiao atau Teratai Putih. Seorang yatim piatu yang dibesarkan di lingkungan biara dan dididik sebagai guru. Pertemuannya dengan Minke karena sebuah pesan dari seorang pemuda bernama Khoe Ah Su. Khoe Ah Su pernah berdiskusi dengan Minke mengenai gerakan angkatan muda Tiongkok yang pergi meninggalkan negeri untuk berseru kepada sebangsanya tentang pemotongan kuncir rambut. Rupanya pemuda itulah tunangan Mei yang membuatnya rela bertaruh nyawa untuk perjuangan sebangsanya. Kecantikan rupa juga yang membuat Minke jatuh cinta pada Mei. Ketegaran seorang perempuan yang berseru-seru untuk mendirikan organisasi demi kemajuan bangsa dan mendidik rakyat. Jauh dari sanak keluarga, tinggal di negeri orang, dan ditinggal mati sang tunangan . Tak gentar Mei pada ancaman papaun, baik dirinya sebagai seorang perempuan maupun sebagai angkatan muda bergerak dengan kerahasiaan. Atas anjuran sang Bunda, Minke menikahi Mei. Hingga perkawinan berumur lima tahun tak ada mereka saling menyakiti, meski selama itu pula mereka tak juga saling mengenal. Dalam usaha menunjukkan cita-cita organisasi, Mei meninggal karena penyakit kuning yang menggerogoti seiring kelelahannya bekerja.

Perempuan-perempuan itu dikagumi karena kecantikan dan terlebih karena kecerdasannya. Perempuan dengan ketegaran dan keberanian menantang pada masanya. Dia bukan seorang patriarkh maka dia membenci ayahnya yang mengatur ketertundukan sang Bunda. Dia juga bukan seorang matriarkh maka dia tidak semerta tunduk pada ketentuan perempuannya. Minke mengagumi perempuan-permpuan itu karena mereka mampu membuktikan diri sebagai pelaku hidup, bukan pelengkap hidup. Dengan apa yang mereka punya melawan, dengan kelemahannya sekalipun, melawan. Karena manusia dilahirkan sama, jaman dan budaya tidak boleh merendahkan yang satu atas yang lain.

1 comment: