Tuesday, July 26, 2016

Ngopi Keluarga di Kedai Nam Min

Genap enam bulan keluarga kecil saya menghuni kontrakan tepi laut di Kota Balikpapan. Profesi suami sebagai abdi Negara di bawah komando Bu Menteri nyentrik yang hobi bakar kapal negeri tetangga pencuri ikan. Profesi suami sayalah yang membawa kami merantau ke beberapa provinsi antar pulau. Bitung, Gorontalo, Manado, dan kali ini Balikpapan yang kami singgahi.


Selagi meninggalkan keriuhan sosialita teman bermain di Jawa, merantau memberikan banyak pengalaman berharga bagi saya. Mengamati, menghargai, dan terkadang mengikuti budaya masyarakat yang kami singgahi demi mengamalkan di mana bumi dipijak di situ langit dijunjung. Yang pasti kami selalu berusaha menikmati kultur budaya masyarakat tempat kami tinggal. Tahun lalu di Manado, kami merasakan riuhnya merconan saat mendekati hari Natal. Tahun ini di Balikpapan, kami menikmati riuhnya merconan di bulan puasa, mendekati Lebaran. Alhamdulillah.

Tuesday, June 28, 2016

Take Mie Away, Ketika Kreasi Berpadu Cita Rasa

Bulan Ramadan bulan yang dinanti tidak hanya umat muslim di Indonesia. Karena sesungguhnya yang dinanti adalah suasana yang berbeda dari bulan lainnya. Suasana wisata kuliner sore hari yang membuat bulan Ramadan bulan penuh berkah. Di bulan yang penuh keriuhan TOA ini  kita dengan mudah melampiaskan nafsu wisata kuliner. Jika biasanya kita ngidam jajanan yang untuk membelinya agak jauh dari rumah. Nah, di bulan Ramadan jajanan aneka ragam itu akan berjejalan di pinggir jalan. Menggoda di sore hari untuk dinikmati sambil menunggu bedug maghrib.

Friday, May 6, 2016

Hindari Pelecehan Seksual, Berani Judes adalah Koentji

Tahun 2010 saya pernah bekerja sebagai pendamping wanita pekerja seks komersil di beberapa lokalisasi di Kabupaten Malang. Tugas saya gampang saja. Saya hanya datang menemui mbak-mbak, duduk di ruang tamu, ngobrol sambil makan gorengan dan kalau beruntung disuguhi kopi, kalau mau ya monggo ngebir. Ngobrolnya ringan saja, “laris a mbak? Rame a? Ora moleh a? anak sampean sehat a?” Logat Malang kalau bertanya diakhiri a dengan nada meliuk meninggi. Nada ini penting sebagai kunci kenyamanan ngobrol dengan mereka, sebagai simbol keakraban ala Arema/Aremanita.

Sunday, May 1, 2016

Menuntut Kesetaraan Tapi Minta Diistimewakan

Pernah pada masa lampau saya sedikit belajar kesetaraan gender dan gerakan feminisme. Gempita masa belia membayangkan indahnya kesetaraan-kesempatan yang sama dalam berkiprah laki-perempuan. Bersama kawan-kawan perempuan merasa berbangga bisa mengadakan acara seminar tanpa bantuan kawan lelaki. Bergerombol kawan perempuan nonton bareng di bioskop, film Memoar of A Geisha. Diskusi dengan kawan-kawan perempuan sambil ngopi di warung kopi emperan sampai larut malam. Pulang ngopi boncengan bertiga perempuan semua, masuk kosan jalan mindik-mindik takut ketahuan bu kos. Terkadang pas nginep di kontrakan kawan perempuan, kami nyoba ngisep rokok. Begitu sudah rasa merdeka! Wis ngeroso sangarrrr!!!
Labibsyauqi.blogspot.com


Tuesday, April 19, 2016

Dian Sastro dan Pasungan Kita


Dan akhirnya Dian Sastro buka suara terkait perjuangan Kartini Kendeng. Mamah muda banyak yang kecewa dengan tanggapan Dian yang yaa,, datar saja gitu. Dalam berita yang dimuat Kompas pada Sabtu, 16 April 2016 Dian justru mempertanyakan peran laki-laki. Kenapa yang bicara malah perempuan? Bukannya memberi semangat kepada Kartini Kendeng, Dian justru menyarankan para perempuan garis depan itu untuk lepas dari politik dan kembali ke urusan domestik.
 Tapi ini sebenarnya yang salah wartawannya deh, lha wong belio itu datang ke Jepara untuk seminar sekaligus promo film RA Kartini garapan Hanung Bramantyo. Seperti yang sudah-sudah, beberapa film Hanung kerap terlihat miskin materi. Alih-alih menyajikan cerita sarat makna, film garapan Hanung justru berkutat pada alur cerita. Sehingga, ujung-ujungnya ya soal perjuangan cinta.