Bulan Ramadan bulan yang dinanti tidak hanya umat muslim di Indonesia. Karena
sesungguhnya yang dinanti adalah suasana yang berbeda dari bulan lainnya. Suasana
wisata kuliner sore hari yang membuat bulan Ramadan bulan penuh berkah. Di
bulan yang penuh keriuhan TOA ini kita
dengan mudah melampiaskan nafsu wisata kuliner. Jika biasanya kita ngidam
jajanan yang untuk membelinya agak jauh dari rumah. Nah, di bulan Ramadan
jajanan aneka ragam itu akan berjejalan di pinggir jalan. Menggoda di sore hari
untuk dinikmati sambil menunggu bedug maghrib.
Meskipun di Balikpapan banyak titik bakulan takjil berjejal membuat
macet jalan, saya sama sekali tidak tergoda untuk melangsungkan ritual
ngabuburit. Justru kali ini saya ingin merasakan berbuka ala wong Jepang dengan
menyantap mi. Suatu kebetulan jika saya harus membeli mi di sore hari. Selain
untuk santap berbuka, juga karena memang pada hari biasa pun warung mi incaran
saya ini hanya buka jam 17.00 sampai habis.
Maka pukul 16.30 WITA, saya beserta keluarga cemara saya mulai menerjang
kemacetan yang disebabkan perayaan konsumerisme posoan. Menit-menit menjelang
buka puasa memang sungguh diuji. Deretan mobil merayap lambat, beberapa bahkan
berhenti semaunya tepat di depan stan penjual makanan. Klakson bersahutan tiada
arti, bunyikan saja klaksonnya biar ramai. Berilah sedikit waktu si nyonya
turun dari mobilnya membeli beberapa wadai
(sebutan kue dalam bahasa Kalimantan) Bingka, Panada, Jalangkote, Salome,
Sanggar, dan banyak pilihan wadai
yang lain.
Motor kami melaju memasuki Jl. Dr. Soetomo di daerah Karang Rejo, lepas
dari kemacetan jalan utama Kota Balikpapan. Tak sulit kami menemukan sebuah stan
kecil yang menjual mi dengan nama Take Mie Away. Terletak di pelataran salon
rias pengantin, dua lelaki muda berbadan gemuk sedang menata kedai mi mereka. Desain
kedai terlihat simpel dan unik ala kedai mi di Jepang. Tampak dua mamas ini
tidak sekedar menjual mi, lebih dari itu mereka menyajikan tren baru makan mi.
Sebuah backdrop besar dipasang di samping meja mz koki mengeksekusi mi.
Beberapa kalimat inspiratif berbahasa inggris menampilkan kesan trendi nan
gaul. Adalah Nino dan Rio yang mengawali bakulan mi pada tanggal 2 Maret 2016.
Meski baru tiga bulan lebih mereka membuka usaha kuliner yang menyasar pembeli
anak-anak muda. Dalam waktu singkat mereka mampu membuat Take Mie Away disuka
semua kalangan penyuka mi. Terbukti dengan larisnya mi yang setiap hari habis
dan hadirnya aneka topping baru yang lebih variatif.
Saya memesan tiga varian rasa, Beef, Twist, dan Chicken. Saat memesan
saya sempat Ge-Er ketika ditanya nama saya siapa. Namun, setelah Nino menulis
nama dan pesanan saya di kertas kecil lalu menggantungnya dengan penjepit
jemuran, saya urung tersipu malu. Nino bertugas melayani pesanan dengan
mencatat sesuai nama pemesan, sekaligus kebagian finishing topping mi.
Sedangkan Rio siap siaga di meja eksekusi mi, ibarat wajan teflon adalah
perisai dan sutil kayu adalah pedangnya. Kerja sama keduanya berkolaborasi
dengan santai dan penuh canda. Sebenarnya mereka tak keberatan jika saya banyak
bertanya, tapi karena pembeli yang mulai ramai membuat saya tak enak hati untuk
ngobrol lebih lama, khawatir mengganggu kesibukan mereka.
Asyiknya jika kita bisa memanfaatkan hobi sebagai sumber penghasilan. Bekerja
tak lagi terasa sedang bekerja, melainkan berkreasi sesuai passion yang mampu
menghasilkan keuntungan. Kepuasan batin didapat, keuntungan materi datang
berlipat. Nino dan Rio mempunyai hobi yang sama yaitu doyan makan. Tak mau
menyerah pada takdir sebagai makhluk konsumtif, keduanya bermetamorfosa menjadi
insan produktif. Pengalaman kekayaan cita rasa yang mereka miliki menghasilkan
formulasi resep mi yang lain dari yang lain dan tentu saja sangat lezat.
Take Mie Away dikemas dalam wadah kertas yang praktis bisa dinikmati
sambil duduk maupun sedang berjalan. Mi yang digunakan adalah mi beku sehat
tanpa bahan pengawet dari produsen lokal di Balikpapan. Topping berupa siraman
bumbu kaya rempah dan potongan daging yang ditaburkan tanpa pelit. Disajikan
panas dalam wadah kotak ditutup rapat menjaga aroma mi tidak menguar saat
sedang on the way. Saat saya sedang menunggu
pesanan mi, datang seorang abang gojek menyodorkan pesanan pada Nino. Rupanya,
Take Mie Away telah masuk dalam pilihan order via Go-Food. Sesuai slogannya,
“Take Mie Away, Take Mie Everywhere” mi olahan Nino dan Rio siap go everywhere
bersama layanan Gojek.
Pesanan mi saya sudah siap, tiga kotak mi segera kami bawa menuju masjid
Jami’ At-Taqwa untuk kami santap di sana. Di teras masjid, usai menunaikan
shalat maghrib dan meneguk teh hangat, saya sekeluarga berlomba menyantap mi
dengan sumpit. Meski wadah mi terlihat kecil namun banyak dan padat isinya, mi-nya
tebal mantab, apalagi dengan potongan daging yang juga tebal membuat buka puasa
kami cukup kenyang. Dengan membanderol harga Rp. 25.000 per porsi tak rugi untuk
mendapatkan mi yang kaya cita rasa dan bikin nagih. Take Mie Away Beef lebih
terasa pedas, Twist menyajikan potongan bakso; orak arik telur dan sosis,
sedangkan Chicken tidak pedas sehingga cocok untuk anak-anak.
Take Mie Away memanfaatkan betul pemasaran mereka melalui konten media
sosial yang sangat akrab dengan kalangan anak muda yaitu Instagram. Dasar
pendidikan Nino sebagai jebolan kuliah jurusan IT dan Rio jurusan Ilmu
Komunikasi membuat mereka tak kesulitan mengkreasikan gambar dan video dalam
akun Instagram sebagai media pemasaran. Akun yang dibuat dengan kreatif, informatif,
dan sangat persuasif membuat kedai mereka menarik untuk segera dikunjungi. “Kasigesit”
adalah kata sakti yang mereka gunakan untuk mengundang pembeli.
Pemasaran oke, kemasan praktis, dan tampilan kedai yang instagramable hanyalah
media pendukung larisnya kedai mereka. Tentunya semua bermuara pada rasa yang
diakui kelezatannya. Tanpa kepuasan cita rasa, martabak jualan anak presiden sekalipun
takkan diterima dan bisa buka cabang di berbagai daerah. Demikian juga Nino dan
Rio tentu mempunyai cita-cita yang sama dalam membesarkan usaha kulinernya. Meski
untuk saat ini mereka cukup enjoy dengan lokasi kedai yang masih ‘ngemper’ di
pelataran toko. Kerja keras dan konsistensi mereka akan segera berbuah usaha
yang lebih besar dan sukses. Semoga.
Hadirnya anak-anak muda yang menghidupkan ekonomi kreatif inilah yang diharapkan
mampu mendukung kemandirian ekonomi bangsa kita. Jiwa produktif yang tahan uji
dan tak mudah patah arang selayaknya mampu mewarnai dinamika hidup kaum muda.
Memaksimalkan penggunaan media sosial sebagai media pemasaran untuk menjawab
tantangan zaman.
Kemudian saya teringat usaha Cwie Mie kakak ipar saya di Kota Batu Jawa
Timur. Dia yang belum melek teknologi media sosial dan hanya mengandalkan promosi
dari mulut ke mulut hingga kini tetap bertahan dengan warung kecil sederhana di
teras rumahnya. Agaknya kunjungan saya ke kedai Take Mie Away bisa
menginspirasi perkembangan warung kakak ipar saya itu. Meski kakak ipar saya
orang yang gaptek (gak patek’en teknologi), tapi istrinya adalah mahmud yang
rajin ndingkluk inguk-inguk berbagai
olshop. Dengan memanfaatkan konten media sosial, Cwie Mie Cak Remin nantinya
akan bisa dikenal sebagai bagian dari kekayaan kuliner khas Kota Batu. Tidak
hanya dikenal oleh warga lokal Giripurno saja seperti saat ini.
Sebaiknya suami istri ini perlu dilatih oleh adiknya untuk memasarkan
jualan dengan lebih massif. Karena Cwie Mie yang merupakan olahan mi khas
Malang dengan merek Cak Remin ala kakak ipar saya itu sudah diakui enak oleh
pelanggannya. Sayang jika olahan mi Cak Remin ini tidak memperluas
pemasarannya. Suami yang mengolah mi, istrinya yang memasarkan dengan utak-atik
fesbuknya. “Ready Cwie Mie Cak Remin original dan ekstra hot”, “oke sist”,
“orderan sedang on the way sist”, kira-kira begitu nanti jawaban dalam melayani
pelanggan. Ah, saya jadi tak sabar membayangkan suami istri ini berkolaborasi. Atau
kelak saya sendiri yang akan mempraktekkan bisnis kuliner kreatif seperti ini?
Atau juga Anda? Ciptakan kreasinya, jalani usahanya, nikmati hasilnya.
Wah, jadi kepingin menikmati mie dalam kemasan kardus. Belum belum liat Mba. biasanya kalau take away ya dibungkus plastik.
ReplyDeleteSalam kenal