Thursday, December 12, 2013

Potret Tepi Pelabuhan Ikan

Akhir pekan sebagai hari libur tidak berlaku bagi para nelayan dan pemburu ikan di pelabuhan ikan. Sebagai bangsa yang konon mempunyai nenek moyang seorang pelaut, saya cukup bangga melihat keberanian dan kerja keras para nelayan. Berangkat melaut pada pagi hari dan pulang di sore hari, ini hanya gambaran kecil dari sedikit waktu yang digunakan nelayan. Sebagian besar dari nelayan itu bahkan melaut hingga berhari-hari. Berangkat dari pelabuhan A, esok sampai di pelabuhan B menjual hasil melaut, berangkat ke pelabuhan C menjual hasil melaut, begitu seterusnya hingga sampai di pelabuhan G, setelah seminggu atau lebih baru pulang.

Sore hari adalah saat kapal nelayan tambat labuh di pelabuhan untuk melelang ikan, sore hingga malam suasana tempat pelelangan ikan begitu ramai. Para pedagang ikan telah menunggu labuhnya kapal, mereka siap untuk membeli hasil tangkapan ikan. Di saat waktu menunggu datangnya kapal, seorang perempuan pembeli ikan sedang terlihat lelap tidur, merebahkan badan dan di sampingnya ember yang sedia menampung ikan. Lelahnya setelah seharian membereskan pekerjaan rumah tangga, memasak, mencuci, membersihkan, itu saja pekerjaan di rumah. Tapi itulah pekerjaan yang selalu dilakukan dengan cinta.

Ibu pedagang ikan dalam lelap
Tak jauh dari tempat sang Ibu tidur, mata saya tertuju pada sebuah perahu katingting, perahu dengan mesin motor tempel, terlihat melaju kencang hingga miring ke kiri. Perahu dikendarai seorang bapak dan anaknya, lajunya begitu kencang seolah ingin segera sampai ke tengah samudera. Memburu ikan, menjaring ikan, membawa pulang ikan, menjual ikan, hidup dari ikan. "Laju-laju pak", teriak si Anak yang tak digubris sang Ayah, anak itu terlihat keras menantang menerjang air, jauh di tengah laut sana dia akan menantang pula terjangan ombak.
"laju-laju pak!"
Potret tepi pelabuhan ikan, potret ironi kehidupan nelayan.

No comments:

Post a Comment