Wednesday, February 17, 2016

Fantasi Roma Kecil di Bukit Tomohon

Setelah 2 tahun tinggal di Manado, harus rela meninggalkan tanah nyiur melambai yang memberkati ini. Beruntung, dua hari sebelum kepindahanku dari Manado, seorang teman menawarkan untuk menjelajah Tomohon sebagai tur perpisahan kami. Dari Manado kami melintasi jalur lingkar selatan, melewati jalan arteri Manado-Bitung lalu memotong jalan mulai naik ke lintas bukit. Melintasi daerah Tinoor, jalan yang sedang dibenahi karena musibah longsor rahun 2013 lalu. Sepanjang perjalanan bergantian pemandangan gunung dan lautan di sisi jalan, gambaran khas elok nyiur melambai. Tak terlewatkan oleh pandangan mata adanya goa peninggalan Jepang di sisi jalan.

1 jam kami tempuh untuk memasuki Kota Tomohon, hawa dingin mulai menyambut, dan senyum penduduk kota yang ramah nan rupawan berparas indo. Siapa saja pasti betah singgah berlama di Tomohon, keramahan dan kenyamanan hidup ada di sini. Suasana religius sungguh terasa, banyak dijumpai gereja megah berdiri agung menyebarkan kasihNya. Tak heran jika di bukit Tomohon dibangun sebuah lokasi wisata religius dengan arsitektur unik ala Roma. Adalah Bukit Doa Tomohon, atau penduduk setempat menyebutnya Jalan Salib Mahawu. Tepatnya berada di bukit Mahawu Kota Tomohon. Memasuki lokasi wisata Bukit Doa bisa melalui dua jalur, jalur pertama dengan jalan kaki bagi yang ingin merasakan prosesi penyaliban Yesus Kristus. Lalu jalur yang kedua bisa dengan kendaraan langsung menuju tempat parkir. Kontur tanah dibiarkan berbentuk perbukitan kecil dan beberapa gedung dibangun mengikuti topografi tanah. Sehingga terbentuk pemandangan indah seperti bukit Teletubbies atau bukit ala film The Hobbit.



Pada puncak Bukit Doa dinamakan Puncak via dolorosa ini terdapat Chapel of Mother Mary, The Grotto of Mother Mary, Gua Mahawu, dan Amphiteater. Berada di puncak ini kita bisa membayangkan sedang berada di Roma terlebih saat berada di dalam Amphiteater dan mengitari jalan salib yang berada di dekatnya. Suasana religius amat terasa seperti berada di tempat pemyaliban Yesus Kristus dengan adanya patung prosesi penyaliban di beberapa titik jalan salib. Semua ini menjawab pertanyaan besar saya tentang kiblat budaya masyarakat Manado-Tomohon. Bisa dibilang tradisi mereka condong pada budaya Barat karena pengaruh agama mayoritas yang dianut. Kuatnya ajaran agama yang dipegang teguh masyarakat Tomohon dan Manado menjadikan kota tersebut tidak pernah terjadi konflik. Penduduk setempat selalu menerima dengan lapang kedatangan orang baru yang berasal dari mana pun, baik dari suku maupun agama apapun.

Dari puncak di samping Chapel of Mother Mary kita disuguhi pemandangan Gunung Lokon yang indah secara utuh. Pemandngan Kota Tomohan secara keseluruhan. Agaknya petualangan ini menjadi pengalaman tak terlupakan atas hijrah selama 2 tahun di Manado. Di puncak Mahawu ini saya menyampaikan salam perpisahan kepada Nyiur Melambai yang akan selalu menyisipkan rindu. Sekaligus menambah kekaguman saya atas keramahan penduduk Sulawesi Utara khususnya Kota Manado. Banyak kenangan indah bersama orang-orang yang rukun dan damai di tengah runcingnya perbedaan masyarakat. Dan Tomohon telah memberikan cinderamata bagi perjalanan merantau saya selanjutnya.

Di tempat hijrah saya yang baru nanti, saya akan selalu membawa pesan spirit dari Bukit Doa Tomohon. Bahwa Tanah Air saya tercinta ini memiliki kekayaan ajaran leluhur yang luar biasa. Beragam suku, agama, ras, dan budaya hidup rukun bersama membangun dan menjaga warisan nenek moyang.

No comments:

Post a Comment