Sunday, December 11, 2011

NominatorGoVlog- Mereka Berjuang Mencegah Infeksi HIV AIDS, Kita pun Juga


Dentum musik mengiring tari agogo, tarian lelaki yang disuguhkan bagi para gay pengunjung bar. Hanya mengenakan kancut, para penari itu menari di atas stage kecil. Sesekali suara sorak disertai tepuk tangan terdengar bersahutan. Bersamaan dengan hentak libido yang dihantar oleh indera mata. Teriak sorak membuat sang penari semakin bergerak lincah. Sesekali koreografi agogo itu tak jauh dari gambaran mereka saat berhubungan intim dengan pasangannya. Terletak di jalanan sepi sebuah kawasan yang disebut “Jalur Gaza” oleh masyarakat sekitarnya. Berada di jalan Abimanyu, Seminyak, Denpasar, Bali, lima bar kecil khusus bagi para gay berdiri genit. Kelima bar itu adalah Cosmo Club, Facebar, Balijoe, Bottoms up, dan Mixwell. Ramai pengunjungnya hanya lelaki gay dan waria. Kawasan itu bak surga bagi komunitas dengan orientasi seksual yang berbeda dari masyarakat kebanyakan. Itulah salah satu ikon naif dari sebuah kawasan wisata. Alih-alih menarik wisatawan dengan berbagai daya tariknya, maka masyarakat setempat harus waspada dengan resiko pengaruh buruknya.
Tak dipungkiri bila perilaku seksual para gay merupakan perilaku beresiko tinggi terinfeksi HIV. Kecuali, bila mereka setia terhadap pasangan yang sama-sama tidak terinfeksi HIV, atau menggunakan kondom saat berhubungan intim. Hal ini disadari betul sehingga menjadi perhatian penting bagi komunitas Gaya Dewata, sebuah LSM khusus para gay di Denpasar. Untuk itu, Gaya Dewata bekerja sama dengan pengelola bar melakukan kampanye informasi dan edukasi mengenai HIV AIDS setiap hari rabu malam. Kampanye informasi dan edukasi itu dilakukan salah satu dengan adanya kesepakatan bahwa pada hari rabu para pelayan bar diharuskan mengenakan dress code bertema “be aware HIV AIDS” dengan mencantumkan tulisan maupun simbol AIDS ribbon pada kostumnya. Selain itu, aktivis relawan Gaya Dewata juga membagikan kondom gratis kepada pengunjung maupun pekerja seks yang sedang beroperasi di sekitar bar.
Ini negara sekuler dengan bangsa pandir, mudah menghujat dan memandang sebelah mata segala yang dikesankan buruk. Tanpa mau tahu apa penyebab dan bagaimana penanggulangan akibatnya. Cukup dengan menghujat, anggapnya masalah sudah dihindari dan selesailah. Tidak demikian bagi komunitas Gaya Dewata, kampanye pencegahan dan penanggulangan HIV AIDS menjadi perjuangan tersendiri bagi mereka.
Atas nama kemanusiaan, mereka tegak berdiri di garis depan di antara komunitasnya. Mereka tidak hanya berusaha menjaga kesehatan komunitasnya, tetapi juga menyelamatkan kesehatan keluarga dari para gay yang hidup nyaman di rumahnya.
Seorang relawan KISARA di dalam basecamp
Di sudut yang berbeda, terdapat aktivis remaja yang juga berdiri tegak serta teriak lantang akan peringatan kesehatan reproduksi bagi remaja. Adalah Lembaga KISARA (Kita Sayang Remaja) yang merupakan organisasi di bawah naungan PKBI (Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia) Bali. Anggota dan personelnya semua merupakan para remaja. KISARA dibentuk karena rasa ingin ikut peduli terhadap maraknya permasalahan kesehatan reproduksi remaja seperti hubungan seksual pra nikah, kehamilan remaja, penyakit menular seksual, HIV AIDS, dan penyalahgunaan narkotika. Relawan-relawan KISARA melakukan berbagai aktivitas pemberian informasi yang dikemas dengan pendekatan remaja.
Remaja, berada pada fase labil dengan rasa ingin tahu yang besar. Tidak butuh hanya dengan peringatan keras, apa yang dilarang justru menjadi tantangan tersendiri bagi mereka. Tantangan pergaulan bebas di luar zona aman lingkungan rumah cukup menggoda untuk dicoba. Namun, tidak akan menjadi momok yang berbahaya bila pengetahuan dan ketegasan mental pribadi menjadi bekal pergaulan di lingkungan manapun. Rasa ingin tahu remaja memang harus terpenuhi, tetapi dengan benteng pertahanan diri yang kuat, maka pengaruh buruk apapun diharap dapat dihindari.
Infeksi virus HIV masih identik dengan dampak buruk pergaulan bebas, baik itu dengan hubungan seks yang tidak aman maupun penggunaan jarum suntik secara bergantian. Remaja harus tahu adanya bahaya virus ini di sekitar mereka, sehingga sedini mungkin mereka harus menghindar. Menghindari virusnya dengan cara mengetahui informasi yang matang mengenai pencegahan dan penanggulangan HIV AIDS. Bahwa HIV merupakan virus yang berada dekat sekali di sekitar kita, di lingkungan pergaulan remaja manapun. Tidak berada jauh di Papua, Jakarta, Bali, maupun Batam yang merupakan kota-kota dengan data penderita infeksi HIV AIDS tinggi. Justru, kota yang tidak menunjukkan data adanya penderita infeksi HIV AIDS merupakan kota yang patut waspada, karena ini berarti kurangnya layanan kesehatan terkait HIV AIDS yang memadai.
Dua turis mendapat layanan TRM di Puskesmas Kuta I
KPAP Bali menyadari sebagai daerah yang banyak didatangi wisatawan mancanegara maupun domestik, sekaligus banyak pula pendatang dengan tujuan bisnis di Bali. Maka, layanan kesehatan terkait pencegahan dan penanggulangan HIV AIDS berusaha dipenuhi secara optimal. Dari data KPAP Bali menunjukkan angka ODHA tertinggi terdapat di Denpasar, dengan jumlah 2.051 jiwa. Data ini terungkap karena di Denpasar terdapat banyak layanan kesehatan bagi ODHA baik itu dari Dinas Kesehatan maupun LSM setempat. Di antaranya terdapat Puskesmas Kuta I yang menyediakan klinik IMS (Infeksi Menular Seksual), klinik VCT (Volunteery Consulting Testing), dan klinik TRM (Terapi Rumatan Metadon). Ketiga klinik tersebut merupakan klinik penting yang menjadi sarana deteksi dini adanya temuan infeksi HIV pada pasien pengunjung. Di klinik IMS disediakan kondom gratis bagi siapa saja yang membutuhkan, sedangkan di klinik TRM disediakan jarum suntik steril gratis bagi IDU. Penyediaan kondom maupun jarum suntik steril gratis merupakan salah satu upaya pencegahan infeksi HIV.
ARV gratis di klinik YKP
 Selain Puskesmas Kuta I, terdapat YKP (Yayasan Kerti Praja) yang fokus di bidang kesehatan bagi ODHA dari semua kalangan.  YKP memiliki klinik IMS, dan klinik VCT lengkap dengan penyediaan ARV gratis bagi kelompok dampingannya. Kelompok dampingan YKP terbagi menjadi tiga kelompok ODHA yaitu WPS (Wanita Pekerja Seks), ibu rumah tangga, dan pelanggan WPS. Meski terbagi dalam tiga kelompok dampingan, YKP tidak menutup layanan klinik dan penyediaan ARV gratis bagi ODHA dari populasi kunci waria, gay, IDU, maupun kalangan lainnya. Fokus pendampingan bagi ODHA dari populasi kunci IDU (Injecting Drugs User) di Denpasar dilakukan oleh LSM Dua Hati. Sedangkan pendampingan bagi ODHA dari populasi kunci waria dilakukan oleh LSM Gaya Dewata maupun Wacan (Waria Cantik). Tanpa melihat identifikasi populasi kunci masing-masing LSM, atas nama kemanusiaan mereka adalah komunitas yang peduli terhadap pencegahan dan penanggulangan HIV AIDS. Bahwa sesungguhnya mereka tidak hanya bergerak menyelamatkan komunitasnya. Namun, mereka juga berjuang demi keselamatan keluarga dari komunitasnya yang notabene adalah masyarakat umum. Mereka keras memperjuangkan pencegahan penyebaran virus mematikan HIV yang bisa menjangkiti siapa saja dari berbagai kalangan.
Stigma dan diskriminasi merupakan teror ampuh yang mampu membunuh siapapun. Dan selayaknya stigma maupun diskriminasi terhadap ODHA sebagai orang berpenyakit kotor sudah harus dihilangkan. Karena stigma justru akan membuat orang menutup diri terhadap upaya pencegahan dan penanggulangan HIV AIDS. Dengan menutup diri dari pengetahuan tentang HIV maka kita juga tidak tahu bagaimana mengantisipasinya. Sedangkan diskriminasi terhadap ODHA juga harus ditiadakan, karena tidak boleh ada pembedaan perlakuan pada siapapun, tidak boleh ada diskriminasi pada segenap manusia, siapapun dia. Ketika mengetahui ODHA ada di dekat kita baik itu teman maupun keluarga, sewajarnya kita bersikap seperti biasanya saja. Dengan bersikap seperti biasa sudah membantu mereka untuk mendapatkan lingkungan hidup yang nyaman. Karena memang sepatutnya tidak ada perubahan yang terjadi setelah mengetahui status ODHA seseorang. Tidak ada akibat negatif secara sosial dari ODHA terhadap lingkungan pergaulan kita, sehingga tidak ada alasan bagi kita untuk mengubah perilaku bergaul terhadap ODHA. ODHA hanyalah orang yang terdapat virus HIV di dalam tubuhnya, dan bila kita tidak berperilaku resiko tinggi maka tidak akan terinfeksi HIV.
Tidak ada yang perlu ditakuti dan dijauhi dari ODHA, yang kita hindari adalah virusnya. Bukan pula belas kasihan bagi ODHA, karena mereka memang tidak butuh. ODHA tetap bisa menjalankan aktivitas seperti biasanya bahkan lebih baik dari orang sehat tanpa virus HIV.Kita mungkin tidak tahu bahwa vokalis band Queen, Fredy Mercury adalah seorang ODHA. Lagu-lagu karyanya mampu membius para pecinta musik rock. Dan hingga kini lagu “We Are The Champion” selalu diperdengarkan dalam sesi pemberian trofi juara dalam berbagai kompetisi. Begitupun kita tidak tahu bahwa mungkin saja seorang pelajar dengan prestasi akademik yang sangat baik adalah seorang ODHA. Atau mungkin seorang karyawan teladan di kantor tempat kita bekerja adalah seorang ODHA. Karena memang tidak ada yang menghambat ODHA untuk terus bekerja, berkarya, dan berprestasi seperti yang lainnya, bahkan lebih baik dari kita. Dan ODHA bukanlah orang yang butuh perlakuan khusus, hanya sikap terbuka dan penerimaan tulus dari kitalah yang menjadi obat mujarab bagi keberlanjutan hidup mereka.  Karena semua orang siapapun dia mempunyai kesempatan hidup yang sama.
Perjuangan mencegah penyebaran HIV merupakan perjuangan kemanusiaan yang harus dilakukan semua kalangan, termasuk kita. Pencegahan penyebaran HIV adalah perjuangan menyelamatkan diri, keluarga, dan lingkungan sosial kita. Bergabung dengan komunitas peduli HIV AIDS dalam upaya pencegahan dan penanggulangan HIV AIDS merupakan langkah kecil bagi kita dalam menyelamatkan generasi penerus bangsa. Perjuangan ini adalah tanggung jawab kita semua.

No comments:

Post a Comment