Tahun 2010 saya pernah bekerja sebagai pendamping wanita pekerja seks
komersil di beberapa lokalisasi di Kabupaten Malang. Tugas saya gampang saja.
Saya hanya datang menemui mbak-mbak, duduk di ruang tamu, ngobrol sambil makan
gorengan dan kalau beruntung disuguhi kopi, kalau mau ya monggo ngebir.
Ngobrolnya ringan saja, “laris a mbak?
Rame a? Ora moleh a? anak sampean sehat a?” Logat Malang kalau bertanya
diakhiri a dengan nada meliuk meninggi. Nada ini penting sebagai kunci
kenyamanan ngobrol dengan mereka, sebagai simbol keakraban ala Arema/Aremanita.
Friday, May 6, 2016
Sunday, May 1, 2016
Menuntut Kesetaraan Tapi Minta Diistimewakan
Pernah pada masa lampau saya sedikit belajar kesetaraan gender dan gerakan feminisme. Gempita masa belia membayangkan indahnya kesetaraan-kesempatan yang sama dalam berkiprah laki-perempuan. Bersama kawan-kawan perempuan merasa berbangga bisa mengadakan acara seminar tanpa bantuan kawan lelaki. Bergerombol kawan perempuan nonton bareng di bioskop, film Memoar of A Geisha. Diskusi dengan kawan-kawan perempuan sambil ngopi di warung kopi emperan sampai larut malam. Pulang ngopi boncengan bertiga perempuan semua, masuk kosan jalan mindik-mindik takut ketahuan bu kos. Terkadang pas nginep di kontrakan kawan perempuan, kami nyoba ngisep rokok. Begitu sudah rasa merdeka! Wis ngeroso sangarrrr!!!
![]() |
Labibsyauqi.blogspot.com |
Subscribe to:
Posts (Atom)