Monday, March 15, 2010

Antara Jamila dan Firdaus

Film tentang perempuan yang digarap oleh para aktivis perempuan selalu berkisah tentang ketertindasan kaumnya. Tentu saja, karena ini adalah aksi menyuarakan keresahan mereka sekaligus ekspresi menyalurkan bakat sineasnya. Sebut saja film Pertaruhan dan Perempuan Punya Cerita garapan Nia Dinata, dua film yang menyajikan beragam kisah perempuan tentunya. Yang pasti, dua film itu menyajikan gambar yang sama yaitu perempuan dan seks. Masih lekat dalam ingatan, di tahun 1998 Ayu Utami muncul sebagai pemenang sayembara novel dengan Saman-nya. Novel yang disebut-sebut hadir dengan cerita yang berani mendobrak tabu.
Jadilah sambutan yang luar biasa dari kehadiran Ayu Utami dan Saman-nya. Diikuti oleh kumunculan penulis-penulis perempuan muda yang menulis dengan peceritaan yang sama. Perempuan dan seks. Dan mereka disebut Sastrawangi. Benar saja, novel-novel karya mereka pun laris di pasaran dan jadi rajin dikaji dalam k kelas-kelas kuliah jurusan sastra.

Tampaknya, perempuan dan cerita pengalaman kekerasan seksual yang dialaminya tak pernah bosan disajikan. Film Jamila dan Sang Presiden mendapatkan penghargaan meraih penghargaan pada festival film internasiona di Prancis, "Vesoul International Film Festival." di Perancis. Saya penasaran dengan film ini meski terbersit bayangan bahwa filmnya pasti tentang kekerasan seks yang dialami perempuan, diikuti gambaran kekejaman laki-laki tentunya. Benar saja, filmnya tentang wanita harapan (dalam lingkungan kerja saya biasa menyebut wanita pekerja seks demikian) cantik yang membunuh seorang menteri muda. Pengajuan grasi yang ditolak sang presiden nampaknya dipengaruhi oleh kuat protes dari kalangan masyarakat ‘berjenggot’ agar Jamila dihukum manti.
Jamila mengalami kekerasan seksual sejak kecil, hingga bekerja pada sebuah keluarga yang diharapkan mampu mengubah nasib. Tidak demikian, justru bapak anak dalam keluarga tersebut meniduri Jamila tiap malam bergantian. Hingga dewasa, Jamila menjalani takdirnya sebagai pelacur. Sang menteri yang menawarkan cinta toh akhirnya tewas di tangan Jamila.
Di Mesir, seorang perempuan bernama Firdaus mati dengan legendanya yang tetap hidup. Perempuan yang dilahirkan sebagai pelacur, mendapat pelajaran seksual pertama dari pamannya sendiri. Hingga dewasa dia dapat menentukan sendiri harga yang pantas untuk dirinya. Hidupnya berakhir di tiang gantung sebagai hukuman telah membunuh seorang germo. Baginya, ini sungguh pantas untuk dilakukan sebagai harga kemerdekaannya. “Saya mengatakan yang sebenarnya. Dan kebenaran itu adalah liar dan berbahaya.” (hal.146).
Dua kisah yang hampir sama, tentang perempuan yang menjadi korban budaya patriarki. Namun, selalu saja perempuan ditampilkan dalam kisah dengan pengalaman seksualnya yang kejam. Dan keterpurukannya. Saya hanya ingin berpendapat, bahwa pengalaman kekerasan seksual pada perempuan memang telah terjadi di sekitar kita. Di lingkungan terdekat saya sekali pun. Dan banyak pula kisah yang melahirkan kekuatan untuk melaksanakan naluri wanita. Kisah yang mengatakan bahwa lebih banyak perempuan yang tidak terpuruk pada kekerasan yang pernah dialaminya. Show must go on!!!

No comments:

Post a Comment